Senin, 05 Maret 2012

Salah Siapa?

"Apa salahnya Farrel, Rel?" protes Farid keras kepada Aurel, istrinya.

Aurel memilih menunduk dan menatap kosong pada tumpahan susu formula dan gelas susu plastik Farrel yang tergeletak di kakinya. Farrel memang tidak salah, tapi dia juga tidak salah. Ini bukan salah siapa-siapa.

Farrel berusaha melepaskan diri dari gendongan Farid. Sangat jelas kelihatan bahwa bocah 3 tahun itu mengharapkan belaian dari Aurel.

"Sini sayang," Aurel berkata lirih sambil menggendong Farrel.

Tawa Farrel menghiburnya, membuat air mata yang akan mengalir menyusut lagi. Ya, ini bukan salah Farrel, bukan salahku, tapi salah Farid.

-o-

"Biarkan dia lahir, dia tak bersalah, kamu yang telah berbuat dosa," Farid menunjukkan sikap yang tegas saat itu.

Rasanya benar apa yang dikatakan Farid, begitu pula solusi yang telah diberikannya. Sebulan demikian kami menikah dan menantikan kelahiran Farrel bersama.

Farrel, Farid dan Aurel. Nama yang sangat cocok untuk bayi laki-lakiku, yang menjadi bayi Farid juga. Aku mencintai Farrel, hanya saja makin hari mimik mukanya makin mirip dengan seseorang yang seharusnya harus kulupakan seumur hidup.

-o-

Dulu cinta itu memang ada, nyata, dan bergelora. Hingga semuanya yang indah berakhir dengan pengkhianatan. Tanpa peduli tentang masa depan Farrel, aku lari dan takkan kembali.

Bagiku, kehadiran Farrel adalah sebuah anugrah yang memberikan kebahagiaan tersendiri, tetapi aku selalu terkenang bila Farrel menatapku terlalu penuh cinta. Dan tangis yang merebak seketika membuat Farrel merasa bersalah dan tak sengaja menjatuhkan susu yang sedang diminumnya.

Farid tentu saja mengetahui apa yang terjadi, tetapi Farid tetap yakin bahwa semuanya akan terhapus seiring waktu. Bahkan cintanya kepadaku dan Farrel kian hari kian bertambah. Itulah salah Farid. Ia membuat keindahan yang membuatku begitu takut untuk kehilangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar