Jumat, 24 Februari 2012

Anugrah Terindah

Livia. Pasti itu Livia. Rasanya makhluk itu terlalu mirip dengan Livia.

Rambutnya panjang terurai, kulitnya putih bersih, badannya tidak kurus tetapi tidak gemuk, tingginya juga sepertinya pas.

Makhluk itu mendekat dan mendekat, seperti tau bahwa aku sedang menatapnya sambil menerka-nerka apakah Ia adalah seorang teman yang aku kenal.

-o-

Mungkin aneh kalau kebetulan yang sama terjadi untuk kedua kalinya. Tempat yang sama, kondisi yang sama, hanya waktu yang berbeda.

5 tahun lalu, aku di sini, dengan kejadian yang sama. Perjalanan Padang-Jogja membutuhkan transit di Jakarta. Di ruang tunggu ini, menunggu pesawat yang akan memberangkatkanku ke Yogyakarta.

Tapi kebetulan ini nyata. Livia sudah ada di depanku. Kami saling memandang dan tersenyum, bagaikan sahabat lama yang tau kisah masing-masing. Ya, kami memang tau kisah masing-masing meskipun kami bukan sahabat. Kami hanya satu atap, satu kost di kala itu.

-o-

"Lima tahun lalu aku katakan kepadamu bahwa cinta itu mudah asal ada uang. Bisa liburan ke Bali, Singapura, bahkan Hongkong. Mobil yang bagus, pakaian yang indah, urusan ini itu nggak ada masalah."

Aku masih ingat apa yang Livia katakan di masa yang lalu. Aku saat itu tak percaya, namun kini saat aku percaya kebenaran kata-katanya, Ia justru berkata yang sebaliknya.

Aku memandangnya dengan penuh simpati. Masih cantik seperti yang dulu.

"Ada ada Liv?" tanyaku penuh perhatian sekaligus penasaran.

-o-

Manusia tidak pernah puas. Kali ini Livia merasa hidupnya kurang bahagia karena ketiadaan buah hati. Berobat ke sana ke mari, dan kali ini dari Medan mau berobat lagi ke Yogyakarta.

"Punya anak itu nggak seindah yang kamu bayangkan kok Liv," hiburku.

Adjie suamiku tiba saat aku menyelesaikan kalimat itu. Senyumnya cemerlang, begitu juga Nabila, putri kami. Aku sedikit tak enak hati dengan Livia.

"Liburan keluarga," jelasku kepada Livia.

Kubiarkan Ia menatap Nabila seperti berlian terindah yang pernah dilihatnya. Adjie-pun mengerti dan membiarkan Nabila bercakap-cakap dengan Livia.

"Nabila adalah anugrah buat kita," bisik Adjie sambil menggenggam tanganku erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar