Jumat, 24 Februari 2012

Bukan Pembunuh

"Dijual?!?"

Meiske tertawa sambil mengurai rambutnya dengan gaya yang menggoda. Seksi, nggak kelihatan seperti pernah melahirkan. Tubuhnya ramping, posturnya tinggi menjulang, dengan rambut keemasan.

Mendadak aku melihat perubahan di wajah Meiske. Tatapan ceria tanpa beban itu berganti dengan tatapan sendu dan kesedihan yang mendalam.

"Sebenarnya gua nggak tega, Ta. Tapi mau bagaimana lagi. Gua harus bayar ongkos bersalin, dan gua masih pengen dapat suami."

-o-

Serba salah. Aku tau, sangat tau bahkan, seperti apa Meiske itu. Nasib memang nggak bisa ditolak, meskipun terjadinya segala sesuatu dalam hidup ini karena pilihan-pilihan kita.

Saat Victor meninggalkannya dengan alasan mereka berbeda agama dan tidak direstui keluarga, Meiske banyak menghabiskan waktu dan uangnya untuk dugem. Membunuh kepahitan yang ada di hatinya.

Aku masih ingat saat melarikan Meiske ke rumah sakit akibat overdosis. Bank tempat kami bekerja lantas mengambil tindakan tegas dengan memecat Meiske. Dan saat tes urine dilaksanakan karena overdosis itu, diketahui bahwa Meiske hamil. Untung saja ibu dan bayi itu kuat fisiknya, mereka dapat bertahan hidup.

-o-

Meiske menghilang. Dan sekarang ia datang, ingin bekerja lagi dan mencari suami. Agar tanpa beban, bayinya dijual.

"Paling nggak gua nggak membunuh. Setelah tau hamil gua jaga dengan baik, gua cariin ortu yang baik. Kalau tentang uangnya, gua butuh."

Tergelitik hati ini untuk bertanya tentang jumlah uangnya, tapi aku rasa itu akan menyakiti perasaan Meiske. Sesungguhnya Ia juga tak ingin demikian, tetapi keadaan.

"Ada orang yang meskipun susah nggak akan melakukan seperti gua, tapi gua punya pilihan juga kan," cerocosnya tanpa air mata.

"Selamat memulai hidup baru, teman," kupeluk Meiske dan kuusap air mataku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar