Rabu, 22 Februari 2012

Kamu Malaikatku, Jalan Tuhan Bagiku

Listia di depan pintu, riasannya berantakan, sebuah koper yang diseretnya tampak sama menderita dengan dirinya.

Tanpa berkata apa-apa, Listia menghambur untuk memelukku. Isaknya membahana, dan untungnya tak ada siapa-siapa di rumah selain aku.

"Mertuaku..." sepatah kata meluncur terbata-bata.

Kuusap-usap bahunya. Aku mengerti. Mertua Listia mengetahui bahwa yang ada di kandungannya bukan anak Bobby. Bobby menolong Listia yang ditinggalkan Arman, sahabat Bobby. Tetapi orang tua Bobby baru tau kebenarannya sekarang. Mereka pasti mengusir Listia.

-o-

Aku mengenal Listia dari sebuah blog, yang ia tulis sendiri. Kisahnya menyentuh, terasa nyatanya. Kisah itu tentang kebaikan Bobby pada dirinya. Betapa Listia bersyukur pada Tuhan karena pernah dikenalkan Arman kepada Bobby.

Kebetulan kami satu kota, jadi aku mengajaknya bertemu beberapa kali. Pagi ini adalah kali ketiga kami bertemu, dalam keadaan yang sangat tidak mengenakkan.

Aku juga tak tau harus berbuat apa untuk Listia. Masa iya memintanya jadi pembantu di rumah ini... Mau memberinya uang untuk kembali ke Semarang, uang dari mana?

-o-

Bila Tuhan membantumu menyelesaikan masalah, maka kamu percaya pada kekuatan-Nya, sebaliknya bila Tuhan tidak membantumu, Ia percaya pada kekuatanmu.

Aku percaya, tapi ini bukan masalahku. Well, ini akan menjadi masalahku juga, Listia adalah temanku. Sejauh mana aku harus membantunya? Dengan apa?

Kubawakan segelas air dan kutambahkan lagi air sampai ia berkata cukup. Kuulurkan tissue untuk membersihkan air matanya, menyilahkan mencuci muka, sambil aku siapkan roti semir mentega. Listia pasti belum makan.

Segigit roti ia makan, aku tak berkata apa-apa. Aku memandangnya dengan simpati, dan tersenyum.

-o-

Bel berbunyi. Mama dan temannya, Tante Vera.

Gelagapan, aku tak tau harus berkata apa. Mama pasti bertanya tentang Listia, kandungannya, dan segala macamnya. Biasa, mulut perempuan.

Dalam dilema, aku biarkan Mama dan Tante Vera masuk.

"Menantu Rima kan?" tanya Tante Vera berharap dijawab iya secepatnya.

Aku menggigit bibir, takut salah bicara.

Tante Vera orang yang bijak, aku rasa ia punya sesuatu yang penting untuk dikatakan kepada Listia. Aku mengajak Mama ke kamarku.

-o-

"Andrea," panggil Tante Vera sambil mengetuk kamarku.

Binar bahagia dan senyuman memancar dari raut wajah Tante Vera dan Listia.

"Tante dan Listia membuat kesepakatan," bukanya.

"Andrea, kamu malaikatku, kamu jalan Tuhan bagiku," sambung Listia.

Ada secercah kesedihan dibalik kesenangannya yang menggebu.

"Aku akan tinggal bersama Tante Vera, sampai bayiku lahir. Aku akan memberikannya kepada Vannesa dan Kevin. Tante Vera mengatakan Vannesa anaknya sudah 5 tahun menikah dan belum memperoleh anak. Aku ikhlas, dan aku bersyukur dapat ditolong. Tante Vera juga akan memberikan aku bekal untuk kembali ke Semarang setelah melahirkan nanti."

Aku, Mama, Tante Vera, dan Listia berpelukan setelah penjelasan Listia. Speechless, tak tau aku harus berkata apa. Ya, mungkin aku adalah jalan bagi Listia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar