Senin, 27 Februari 2012

Sebuah Cerepetan Dongkol

"Udah isi?"
"Ya udahlah!"
"Berapa bulan?"
"Eh, maksud gua isi perut loh, gua udah makan siang. Hahaha..."
Dan si penanya berlalu dengan muka kecut.

-o-

Katanya sih, mereka nggak habis pikir sama gua. Untuk apa menikah kalau nggak mau punya anak? Lah, bukannya nggak mau, mikir juga dong, anak tuh nggak asal dibikin tapi juga membutuhkan perawatan, pendidikan, kasih sayang, dan kesiapan mental orang tua. Ya, intinya kita harus banyak berkorban waktu, tenaga, uang, dan emosi nantinya. Betul kan?

Pertanyaan tajam berikutnya: ya kalau gitu ngapain cepat-cepat nikah? Then, gua balik nanya sama mereka: memangnya menikah itu untuk pelegalan punya anak ya? Ih, seolah-olah ya perbedaan menikah dan pacaran itu selain status di KTP adalah keberadaan anak.

-o-

"Resign? Kenapa buwww?"

Gua nggak bisa menahan geli menerima simpati dibuat-buat yang disertai mata bulat ingin tau gosip terbaru.

"Pengen aja, memang nggak boleh?"

Gelagapan, yakkk... nyedot minuman dulu sanaaaa...

"Lo hamil ya?"

-o-

Dan begitulah, daripada tiap hari menahan kesal berhadapan dengan orang-orang rese, mendingan juga menikmati masa-masa hamil di rumah. Sambil merajut, memasak, membaca, atau bersih-bersih rumah. 

Setahun bekerja keras, kami menikah dengan tabungan bersama. Kecil-kecilan tapi kami bangga.

Setahun setelah menikah, kami memutuskan punya anak dengan tabungan bersama. Semuanya sudah siap: cicilan mobil sudah lunas, DP apartemen sudah tuntas, dan semua biaya perawatan semasa hamil dan melahirkan sudah ada. That's path of our life! Terarah dan terencana, biarkan saja dunia berkata-kata sesukanya.

Welcome baby, ga sabar nunggu kamu lahir!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar