Senin, 27 Februari 2012

I Love You Both

Campur aduk. Ada rasa bahagia dalam rasa gelisah. Akan menjadi seorang ibu, beberapa bulan lagi... dan akan berakhir semua keindahan dunia ini, beberapa bulan lagi.

"Ini adalah keajaiban. Hanya 1% kemungkinannya terjadi di dunia, tetapi Anda berhak untuk memilih," kata si dokter penuh simpati.

Aku tak mengerti mengenai penjelasan medis yang sudah ia jabarkan. Mungkin karena pikiranku sedang berkelana, hatiku sedang mendua, dan perasaan yang campur aduk itu.

Intinya, seharusnya aku nggak bisa hamil, tetapi kehamilan itu terjadi dengan ajaib. Apabila dilanjutkan, besar kemungkinan aku akan meninggalkan dunia ini. Apabila tidak, rahim akan diangkat, tak bisa hamil selama-lamanya dan hidup seperti biasa, kecuali nggak bisa hamil.

-o-

Aku telah memutuskan untuk membuang Dia dari hidupku, selama-lamanya. Manusia memang harus memaafkan untuk dapat hidup dalam damai, tetapi aku merasa maaf itu terlalu sulit.

Aku melarikan diri dari semua yang kukenal, memulai lembaran hidup baru di kota ini, tetapi saat aku mulai melangkah ke gerbang istana baruku, aku dicegat dengan sebuah tes kesehatan yang berujung pada pemeriksaan lanjut atas inisiatif sendiri, di ruang dokter yang bijaksana ini.

Untuk apa lagi mempertahankan sesuatu yang berhubungan dengan Dia dan mempertaruhkan nyawaku, itu kata logika.

Untuk apa hidup sebagai wanita tanpa pernah melahirkan, itu bisikan kecil suara hati.

-o-

"Mungkin Anda dapat mendiskusikan lebih lanjut dengan pasangan Anda," lanjut dokter bijaksana tersebut. Bahkan ia menggunakan frasa "pasangan" dan bukan "suami".

Kutahan air mata yang akan mengalir, dan tentu saja aku berhasil.

"Ada solusi lain, Dok?"

Dalam hati aku merasa bodoh berkata kasar seperti itu.

"Maukah kamu membicarakannya sebagai teman? Bagaimana kalau kita keluar makan siang?" katanya ceria.

-o-

5 bulan yang kami lalui terasa sangat manis. Kami menikah dan melewatkan masa-masa indah bersama.

Dokter sekaligus suamiku itu, membantuku dalam persalinan ini. Ia tampak tabah dan berharap terjadi keajaiban berikutnya, bahwa aku akan selamat di tangannya.

Penuh kasih ia berikan bayi itu untuk kupeluk dan kucium. Kami bertiga melewatkan saat-saat bahagia selama beberapa menit. Momen ini lebih indah dari pesta 17 tahun yang meriah, atau saat lolos casting oleh sutradara terkenal.

Mataku memberat, nafasku tersengal.

"I love you both," kubisikkan kalimat penuh arti itu pada mereka, tanpa sempat mengucapkan kata selamat tinggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar