Senin, 02 Januari 2012

Me vs TBC [Part 2]

Paginya Pamela 

Amy masih terlelap. Wajah bulat putihnya seperti malaikat, manis dan menyihir. Tak bosan-bosan kupandang Amy, buah hatiku. Mami benar, aku mencintai Amy meskipun Amy selalu mengingatkanku pada Andre.
"Kamu dan Andre yang berdosa, Pam. Bukan anak yang ada di rahim kamu. Bayi itu berhak untuk hidup, kamu dan Andre bisa menikah. Kalian sudah berdosa dan jangan menambah dosa lagi dengan membunuh," kata-kata Mami saat aku mengadu 6 tahun yang lalu.
Pamela membelai Amy yang tetap lelap tanpa merasa terusik. Aku sungguh tak menyesal mengikuti kata-kata Mami. Amy tak berdosa, hingga kini tak ada gurat dosa apapun di wajah bocah itu. Andre? Entah ke mana dia sejak Amy berumur 1 tahun. Andre tampaknya tak siap untuk menjadi ayah. Andre yang suka berhura-hura itu merasa terkekang dan terganggu dengan kehadiran Amy.
Setelah mengecup putri semata wayangnya, Pamela beranjak pergi. Sudah jam 7, setengah jam lagi take-off, tapi ia masih di kamar Amy. Terburu-buru Pamela menaiki ojek dan berangkat ke bandara Hang Nadim.

Selamat tinggal Batam. Pamela akan sangat merindukan lagi momen bahagia untuk berkumpul bersama Mami dan Amy. Kehadiran Amy menjadi obat tersendiri bagi Mami yang setahun ini ditinggal Papi. Berkat Amy, Mami nggak begitu kesepian dan larut dalam duka atas meninggalnya Papi.
Senyuman dan tawa renyah Amy saat main di Timezone, makan seafood di Batu Besar, dan berbelanja bersama di TOP 100 masih terbayang di benak Pamela. Sempat ia tak memikirkan Amy, hanya memikirkan agar tak ketinggalan pesawat di sepanjang perjalanan dari rumah ke bandara.
Cukup dekat lokasi rumah Mami dengan bandara, kira-kira 15 menit saja, tapi tetap saja rasa deg-deg ketinggalan pesawat itu menguasai dirinya, membuatnya lupa dengan Amy, bahkan dengan cacing-cacingnya.
"Belum terlalu terlambat untuk sarapan di Soekarno-Hatta saja," batin Pamela.
Perjalanan ini kurang lebih hanya 1 jam, tanggung juga untuk tidur. Baru merem udah nyampe ntar, hehehe... jadi Pamela memutuskan melakukan sesuatu yang lebih berguna, mengasah otak dengan Sudoku versi buku, daripada suntuk atau termenung.
5 menit telah berlalu dan 1 puzzle Sudoku telah berhasil ia tuntaskan. Terbayang olehnya Amy yang tak mengerti dengan permainan Sudoku yang sangat digandrungi oleh Pamela. Kotak besar yang terbentuk dari 81 kotak kecil, kotak tersebut beberapa telah diisi dengan angka, dan tugas pemain adalah menebak sisanya. Dalam 1 baris dan 1 kolom diiisi dengan angka-angka 1,2,3,4,5,6,7,8,9 tanpa ada yang sama dalam 1 baris atau kolom. Ya, gampang-gampang susah sih. Permainan logika dari Jepang ini juga punya tingkat kesulitan yang berbeda. Pamela sendiri sudah sampai ke tingkat mahir setelah bermain selama 2 tahun lebih.
Ilustrasi puzzle Sudoku (image by google)

Amy. Ada rasa senang bercampur sedih kalau ingat sosok malaikat mungil itu. Semua yang Pamela lakukan saat ini adalah demi Amy. Pamela tak takut untuk berjuang sendirian di Ibukota agar Amy memperoleh makanan yang bergizi dan pendidikan yang terbaik. Tapi lama kelamaan, ada satu yang Pamela rindukan: tetap bersama Amy sepanjang hari, seperti 2 hari ini.
"Kadangkala uang adalah pangkal kebahagiaan. Tetapi tak dapat dipungkiri ada kebahagiaan yang tidak dapat dibeli dengan uang. Uang hanya membuat kita lebih mudah untuk memilih pemuas agar kita merasa bahagia," kata-kata bijak Retna mengalir di pikiran Pamela yang berkelana.
Kebahagiaan yang Pamela inginkan akan segera ia wujudkan, tahun depan. Bersabarlah setahun lagi Amy. Setelah Amy menuntaskan TK di Batam, dan saat Pamela mantap dengan usahanya, Amy dan Mami akan pindah ke Jakarta bersama Pamela.
Pamela merasa siap untuk menjadi pengusaha. Tak hanya berjualan online, sekarang ia telah membuka sebuah butik pakaian dan aksesoris wanita di wilayah Benhil. Lumayan sih, melebihi gaji waktu kerja sebagai Procurement Assistant Manager waktu dulu. Tapi tentu saja, Pamela tidak ingin terburu-buru mengatakan semuanya telah mantap. Biarlah setahun lagi berlalu, ia yakin itulah yang terbaik.

Pengumuman ketibaan, bahwa sebentar lagi pesawat yang Pamela tumpangi akan mendarat di Soekarno-Hatta dari pramugari membuyarkan lamunan Pamela yang menjelajah bebas. Pamela sudah tidak sabar untuk mengatakan pada dunia bahwa sekarang ia telah merdeka dari ketentuan dilarang menghidupkan handphone.
Sungguh rasanya, mau mati 1 jam tanpa melihat HP. Puluhan notif membanjiri BB-nya. Satu persatu bbm, mention, ym, dan FB message ia balas. Lupa sudah Pamela dengan lamunan-lamunan sendunya.
"Udah di Jakarta dong," tulisnya pada BB grup TBC.
TBC, Tak Butuh Cinta. Pamela dan Triana nggak sengaja membuat kelompok aneh tersebut. Dulu, kebanyakan orang di Procurement Department mengatakan duo lajang dan janda cantik ini menyia-nyiakan anugrah terbesar mereka, yaitu: kapabilitas untuk menggaet lelaki manapun yang mereka inginkan. Dan Triana berkilah bahwa: Tak Butuh Cinta. Sepanjang sore mereka membahas hal itu lewat ym, dan malamnya nongkrong di JCo dan menggaet dua personil tambahan di sana.
"Gue tak butuh cinta. Sometimes, we need money more than love," canda Triana saat itu.
Dalam hati Pamela mengiyakan. Tentang Andre yang pergi karena tidak siap menjadi seorang ayah, pangkalnya sebenarnya karena secara keuangan gaji Andre hanya cukup untuk dirinya sendiri. Hura-huranya yah nempel sana sini. Pamela tentu saja lebih mementingkan kebutuhan Amy daripada menyenangkan hati Andre. Andre baik, tapi mengenai uang sangat boros berlebihan. Mereka jadi sering berantem, gara-gara cara menghabiskan uang Andre yang berlebihan.
Ah, lupakan Andre. Triana nelpon. Lucu sekali anak itu, pasti mau jejeritan soal kerjaan. Dua bulan lalu Triana sah dipromosikan untuk menggantikan Pamela yang resign dari jabatan Procurement Assistant Manager.
"Deal sama perusahaan jasa arsitektur? Arsitex maksud lo? Ya telpon lah, kayak lupa aja siapa yang bakal angkat telpon lo," cerocos Pamela ke Triana yang panik dan katanya nelpon dari toilet minta petunjuk.
Telpon ditutup setelah jawaban Triana. Maklum, kerjaan anak itu pasti numpuk dan nggak bisa berkangen-kangenan. Tentu saja Triana harus menelpon Lucia, sekretaris Arsitex yang katanya anak-anak seruangan siiiih serem abis.
Dan, saat menutup telpon kok ada Starbuck di depan mata? Yuk sarapan!

Word count: 910

2 komentar: