Kamis, 05 Januari 2012

Me vs TBC [Part 5]

Bab 2
Sebuah Sindikat
_____
Obrolan Ngaco 

"Sindikat Tri? Lo udah gila apah?" tawa Pamela kemudian menggelegar dan membahana udara.
Untung sih aku sudah mengajak Ci Pamela untuk duduk di tempat yang nggak terlalu mencolok, di pojokan. Namun ya, agaknya usaha Triana ini agak sia-sia. Di manapun ada Pamela, di situ pula ada magnet super yang menyita perhatian orang-orang.
Gimana nggak, sore ini dia pakai terusan merah jreng tanpa lengan yang dikombinasikan dengan belt hitam lebar di bawah dada yang mempertegas magnet utamanya. Belom cukup apa rambutnya yang lagi pengen dibikin ala Korean girl: keemasan, berponi, dan ikal di bagian bawah? Ditambah lagi dengan high heels yang sama keren tapi nggak cocok untuk jalan-jalan tanpa rasa sakit yang super tinggi. Anting dan kalung manik-manik mutiara besar dan kecil, dan aroma parfumnya yang menggoda.
Kalau ada satu hal yang aku syukuri dari Ci Pam (itulah panggilan akrabku untuk sosok super eye-catching dan selalu eksis ini) adalah dia nggak punya kebiasaan merokok. Well, tentu saja dulu dia penikmat rokok, tetapi menjadi sangat membenci rokok setelah melahirkan Amy, putrinya satu-satunya. Kalau ada yang merokok dekat-dekat Amy pasti deh ditegor sama Ci Pam, padahal kan bisa tinggal pindah duduk aja.
Oh ya, sindikat. Jadi kami berdua berencana membuat sindikat. Supaya lebih keren dan terarah.
"Tri," katanya sambil mencomot donat tiramisu favoritnya.
"Ya," balasku sambil menunggunya selesai mengunyah.
"Lo tau nggak, sindikat itu artinya apaan?" lanjutnya.
Daripada aku dikatain bego lagi (dan sudah cukup itu hanya berlaku di kantor), maka aku memutuskan untuk bertanya kepada Mbah Google. Hehehe... kok kayaknya sindikat itu artinya berkonotasi negatif ya?
"Ci Pam," kata-kataku terdengar gundah gulana.
"Emangnya lo mau jualan narkoba Tri?" cerocosnya. "Atau mengedarkan uang palsu? Atau menyelundupkan TKW?" lanjutnya sambil tertawa ngakak.
Buset nih orang kok ngakaknya nggak tanggung-tanggung ya! Agak malu, aku menyeruput choco blended dan mengelap bibir dengan tissue empuk.
"Don't lose your idea, quickly write them down!" kata-kata yang tertulis di tissue itu.
Tissue JCo (illustrasi by JCo)

Bulpen bulpen. Mana ya tuh bulpen? Ah, sejak ada yang menemukan Blackberry dan aku menjadi salah satu konsumennya gua selalu mengandalkan si mungil ini untuk berbagai hal penting, terutama catat mencatat, bahkan kadang langsung aku fotoin tuh deretan tulisan daripada dicatat-catat.
"Cari apaan lo? Heboh amat," Ci Pam melirik sedetik ke arahku.
Memang udah bakat nujum kali ya, langsung saja Ci Pam menyambung, "kalau lo ada ide, yang paling penting tuh niat untuk melaksanakannya, bukannya mencatatnya. Nah, ide lo apaan?"
"Gua pengen punya sindikat Ci, sekali saja dalam hidup gua, can you make it happen?" candaku padanya.
Alamak, ngakak again! Masa aku harus menyeruput choco blended lagi dengan malu?
"Okey... sindikat... sindikat... sindikat apaan ya?" tanyanya balik padaku.
Entahlah, aku sebenarnya juga nggak tau pengen sindikat apaan dan entah apa gunanya. Mama bilang, aku ini orang yang punya keinginan aneh, dan itulah yang menjadikanku spesial. Dari dulu. Sebisa mungkin Mama selalu membantu mewujudkan hal-hal aneh ini, dan sebisa mungkin tidak berkata tidak mungkin mewujudkannya. Tapi jujur ya, ketimbang membantu Mama dan Papa lebih banyak tertawa. Dan mereka tertawa lebih keras saat aku benar-benar mewujudkan ide gilaku.
Penasaran? Salah satu saja aku ceritakan yang paling spektakuler. Aku pernah mendekorasi kamar tidurku dengan tema hutan. Saat itu Papa melarangku untuk ikut kemping. Aku sangat ingin merasakan bagaimana kalau harus tidur di hutan, jadilah aku mengeluarkan tempat tidurku dan menggantinya dengan dipan bambu, menebarkan dedaunan di atasnya, mengganti bantal dengan karung goni yang diisi daun, menempelkan daun-daun di gorden dan perabot, menggotong beberapa pot tanaman dari halaman belakang rumah, dan menaburkan tanah di lantai kamar. Hahaha... meskipun akhirnya menyerah sendiri dengan ketidaknyamanan yang aku buat, aku telah mewujudkannya! Ada aliran adrenalin yang lebih spektakuler dibandingkan berhasil naik Tornado di Dufan.
"Tri,"
Kesenduan dalam suara Ci Pam berhasil mengalihkan pikiran Tri yang sedang melayang-layang gila.
"Menurut lo Tri, seberapa yakin lo, bahwa we needs money more than love?" tanya serius
Eh, apa ini? Kok jadi diskusi serius tentang kehidupan.
"He?" lirikku sambil mencerna kembali kata-katanya.
"Tadi siang, lo bilang begitu kan ke anak-anak kantor yang bilang kita berdua ini bego banget karna nggak memanfaatkan potensi kita menggaet pria. Trus lo bilang: we needs money more than love. Tapi, kadang-kadang kita butuh cinta juga kan Tri," sambungnya.
Sebelum apa yang aku pikirkan menghilang, buru-buru aku menjawabnya,
"Butuh sih Ci. Gua ya ga kebayang kalo ga ada yang cinta sama gua. Contohnya aja Cici, Mama, Papa, begitulah. Tapi kalo cinta yang spesifik dari cowok, gua rasa nggak butuh sih Ci. Begini aja gua udah bahagia. Nah, kalo nggak ada duit, baru gua bingung deh gimana caranya hidup."
Ci Pam masih terdiam. Jadi aku lanjutkan saja yang menurutku benar. Mungkin ya kalau dikasih waktu koar-koar 1 jam aku juga nggak akan berhenti. Hihihi...
"Sekarang ini sih, gua rasa gua nggak butuh cinta dulu, Ci. Gua pengen punya karir yang bagus dan nggak mikirin cinta dulu. Kalo memang udah jodoh, pasti datang sendiri kan? Daripada stress kayak Agnes yang ngejar setiap cowok cakep atau..."
"Atau seperti gua yang hubungan cintanya kandas karena materi?"
Adududu... kok rasanya ada yang mau curhat ya?
"Dulu Tri, gua yakin hidup bersama Andre walaupun dia pengangguran, dia cinta banget sama gua, dan gua juga. Tapi kenyataannya, walaupun gua nggak pernah membahas soal uang, dia merasa tertekan dan pergi. Padahal gua dan dia sudah punya Amy, dan saat itu gua nggak bisa kerja karna harus urusin Amy. Ada sepupu Andre yang membantu dan perhatian banget sama gua, lagi-lagi gua jatuh cinta dengan mudahnya, tapi dia malah bilang gua nggak harus menjadi cinta karena dia telah membantu gua. Gua marah dan berniat mengembalikan semua yang pernah dia berikan untuk gua. Gua titip Amy ke Mami gua, bekerja dan mencari-cari dia yang nggak pernah gua temukan. Lama-lama yang gua pikirkan adalah bagaimana Amy bisa cukup kebutuhannya, dan gua juga. Hanya itu. Cinta gua seluruhnya untuk Amy."
Air matanya tertahan, dan benar-benar tak keluar meskipun matanya berkaca-kaca.
Tring tring, tiba-tiba aku mendapat ide yang bagus.
"Ci Pam, tadi gua ngomongin sindikat, lalu lo ngomongin cinta. Kita satuin aja. Sindikat kita Tak Butuh Cinta. Gua singkat TBC," kataku sambil mengerlingkan mata.
"Uhuk uhuk, lo sakit TBC? Hahaha..."
"Abisnya apa dong, Ci?"
"Ya udahlah, itu ajah, gua lagi malas mikir!"

Words count: 1013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar